Konsumsi Kerang dan Udang Membahayakan Kesehatan, Benarkah?
Oleh UKON AHMAD FURKON
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/ 0404/15/cakrawala/lainnya06.htm
JULUKAN Indonesia sebagai Negara Bahari bukanlah hal yang berlebihan. Kenyataan menunjukkan, lebih dari 3/4 wilayah negeri ini adalah perairan. Luas lautan mencapai 5,8 juta km2 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Dengan kondisi ini, tak heran jika banyak kalangan yang berpendapat, kehadiran institusi pemerintah yang secara khusus menangani masalah kelautan dan perikanan, yakni Departemen Kelautan dan Perikanan yang baru dibentuk dalam empat tahun terakhir, merupakan keputusan yang sangat terlambat.
Di dalam wilayah lautan Indonesia yang begitu luas, tersimpan potensi sumber daya alam. Termasuk di dalamnya sumber daya perikanan laut yang luar biasa, baik dari segi kuantitas maupun diversitas. Menurut data Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP), potensi lestari sumber daya ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton/tahun.
Potensi sumber daya ikan tersebut, apabila dikelompokkan berdasarkan jenis ikan terdiri dari pelagis besar (seperti tuna) sebanyak 1,16 juta ton, pelagis kecil (seperti kembung) 3,6 juta ton, demersal (ikan yang hidup di dasar perairan) 1,36 juta ton, udang penaeid 0,094 juta ton, lobster 0,004 juta ton, cumi-cumi 0,028 juta ton, dan ikan karang konsumsi 0,14 juta ton.
Dari seluruh potensi sumber daya ikan tersebut, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 5,1 juta ton/tahun atau sekira 80% dari potensi lestari. Namun belum ditambah dengan potensi perikanan tangkap di perairan umum (danau, waduk, sungai, dan rawa) seluas 550.000 hektar dengan produksi 356.020 ton/tahun. Juga masih ada perikanan budidaya, baik itu budi daya pantai maupun budi daya air tawar yang sangat potensial.
Jadi, industri perikanan Indonesia memiliki prospek yang sangat baik, tidak hanya karena potensi sumber dayanya yang besar, tetapi juga sisi permintaan yang kian meningkat. Penduduk dunia yang bertambah banyak, meningkatnya kesadaran manusia tentang nilai gizi ikan bagi kesehatan dan kecerdasan, juga meningkatnya permintaan terhadap bahan-bahan alamiah (natural products) seperti omega-3, polisakarida, squalence, dan lain-lain. Hal itu yang menyebabkan permintaan produk perikanan semakin besar.
Kerang dan udang
Salah jenis produk perikanan yang disukai masyarakat kita adalah kerang-kerangan (kerang, tiram, remis, kijing) dan udang-udangan (udang, lobster, rajungan, kepiting). Maklum, makanan laut kelompok shellfish (bertempurung) ini memang lezat dan gurih. Tak heran jika keduanya sangat mudah dijumpai di kaki lima berlabel sea food (makanan laut).
Masalahnya, di te ngah keyakinan akan tingginya nilai gizi ikan, ada yang beranggapan kerang-kerangan dan udang-udangan memiliki kandungan kolesterol yang tinggi yang membahayakan kesehatan. Benarkah?
Memang banyak kalangan terutama para pengidap cholesterolphobia, khawatir kerang-kerangan dan udang-udangan memiliki kadar kolesterol tinggi. Padahal, hasil penelitian menunjukkan keduanya aman dikonsumsi. Bahkan, tidak saja aman, tapi kerang-kerangan dan udang-udangan juga mengandung beberapa zat gizi penting.
Pertama, makanan laut ini merupakan sumber protein hewani dengan kategori complete protein, karena kadar asam amino esensialnya tinggi dan sekira 85% - 95% mudah dicerna tubuh.
Kedua, kedua jenis makanan laut tersebut adalah makanan sumber vitamin larut lemak dan air. Vitamin larut lemak adalah A, D, E, dan K, sedangkan larut air terutama B-kompleks seperti B-1, B-2, B-6 (piridoxin), B-12, dan Niasin.
Kerang-kerangan dan udang-udangan juga merupakan sumber utama mineral yang dibutuhkan tubuh, seperti iodium (I), besi (Fe), seng (Zn), selenium (Se), kalsium (Ca), fosfor (P), kalium (K), flour (F), dan lain-lain. Bahkan, mineral dari makanan laut lebih mudah diserap tubuh dibandingkan yang berasal dari kacang-kacangan dan serealia.
Ketiga, kerang-kerangan dan udang-udangan adalah makanan sumber lemak yang aman. Meskipun kolesterolnya cukup tinggi, kadar lemak total dan lemak jenuhnya rendah. Kadar asam lemak tak jenuh ganda omega-3 dalam makanan laut memang tinggi. Asam lemak omega-3 dilaporkan dapat meningkatkan kadar HDL (kolesterol baik) serta menurunkan LDL (kolesterol jahat) dan trigliserida dalam darah.
Dampak positifnya, platelet (keping darah) menjadi tidak mudah lengket dan mengeras, sehingga dapat mengurangi terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah). Asam lemak omega-3 juga akan mengencerkan darah, sehingga peredarannya menjadi sehat dan lancar.
Tidak berlebihan
Sebuah penelitian menarik dilakukan oleh Marian T. Childs et. al. (1987). Mereka adalah sekelompok peneliti dari bagian ilmu kesehatan dan kedokteran, Universitas Washington di Seattle, Amerika Serikat.
Childs dan kawan-kawan meneliti daya serap kolesterol dalam tubuh dari diet yang diatur zat gizinya sesuai keperluan tubuh. Diet tersebut dilakukan dalam tiga jenis yang dibedakan berdasarkan sumber kolesterolnya, yakni diet kerang (diet standar + remis/tiram), kepiting (diet standar + kepiting), dan ayam (diet standar + dada ayam tanpa kulit). Penelitian ini melibatkan delapan sukarelawan normolipidemia (kadar lemak darah dalam katagori normal) sebagai sampel yang mengonsumsi setiap jenis diet selama tiga minggu. Secara berkala darah sukarelawan diperiksa dan diamati daya serap dan kadar kolesterolnya. Hasil penelitian menunjukkan, daya serap kolesterol paling rendah berasal dari diet kerang (42 +/- 3%), kemudian diet ayam (54 +/- 3%), dan diet kepiting (55 +/- 3%). Hal ini berarti daya serap kolesterol kerang-kerangan 25% lebih rendah dari kolesterol ayam dan kepiting.
Penelitian tersebut juga membuat kesimpulan, kolesterol kepiting yang merupakan bagian dari udang-udangan, kandungannya lebih tinggi dibandingkan dengan tiram atau remis (mollusca). Oleh karena itu, hasil penelitian ini merekomendasikan agar konsumsi kepiting dan udang tidak berlebihan.***
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/ 0404/15/cakrawala/lainnya06.htm
JULUKAN Indonesia sebagai Negara Bahari bukanlah hal yang berlebihan. Kenyataan menunjukkan, lebih dari 3/4 wilayah negeri ini adalah perairan. Luas lautan mencapai 5,8 juta km2 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Dengan kondisi ini, tak heran jika banyak kalangan yang berpendapat, kehadiran institusi pemerintah yang secara khusus menangani masalah kelautan dan perikanan, yakni Departemen Kelautan dan Perikanan yang baru dibentuk dalam empat tahun terakhir, merupakan keputusan yang sangat terlambat.
Di dalam wilayah lautan Indonesia yang begitu luas, tersimpan potensi sumber daya alam. Termasuk di dalamnya sumber daya perikanan laut yang luar biasa, baik dari segi kuantitas maupun diversitas. Menurut data Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP), potensi lestari sumber daya ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton/tahun.
Potensi sumber daya ikan tersebut, apabila dikelompokkan berdasarkan jenis ikan terdiri dari pelagis besar (seperti tuna) sebanyak 1,16 juta ton, pelagis kecil (seperti kembung) 3,6 juta ton, demersal (ikan yang hidup di dasar perairan) 1,36 juta ton, udang penaeid 0,094 juta ton, lobster 0,004 juta ton, cumi-cumi 0,028 juta ton, dan ikan karang konsumsi 0,14 juta ton.
Dari seluruh potensi sumber daya ikan tersebut, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 5,1 juta ton/tahun atau sekira 80% dari potensi lestari. Namun belum ditambah dengan potensi perikanan tangkap di perairan umum (danau, waduk, sungai, dan rawa) seluas 550.000 hektar dengan produksi 356.020 ton/tahun. Juga masih ada perikanan budidaya, baik itu budi daya pantai maupun budi daya air tawar yang sangat potensial.
Jadi, industri perikanan Indonesia memiliki prospek yang sangat baik, tidak hanya karena potensi sumber dayanya yang besar, tetapi juga sisi permintaan yang kian meningkat. Penduduk dunia yang bertambah banyak, meningkatnya kesadaran manusia tentang nilai gizi ikan bagi kesehatan dan kecerdasan, juga meningkatnya permintaan terhadap bahan-bahan alamiah (natural products) seperti omega-3, polisakarida, squalence, dan lain-lain. Hal itu yang menyebabkan permintaan produk perikanan semakin besar.
Kerang dan udang
Salah jenis produk perikanan yang disukai masyarakat kita adalah kerang-kerangan (kerang, tiram, remis, kijing) dan udang-udangan (udang, lobster, rajungan, kepiting). Maklum, makanan laut kelompok shellfish (bertempurung) ini memang lezat dan gurih. Tak heran jika keduanya sangat mudah dijumpai di kaki lima berlabel sea food (makanan laut).
Masalahnya, di te ngah keyakinan akan tingginya nilai gizi ikan, ada yang beranggapan kerang-kerangan dan udang-udangan memiliki kandungan kolesterol yang tinggi yang membahayakan kesehatan. Benarkah?
Memang banyak kalangan terutama para pengidap cholesterolphobia, khawatir kerang-kerangan dan udang-udangan memiliki kadar kolesterol tinggi. Padahal, hasil penelitian menunjukkan keduanya aman dikonsumsi. Bahkan, tidak saja aman, tapi kerang-kerangan dan udang-udangan juga mengandung beberapa zat gizi penting.
Pertama, makanan laut ini merupakan sumber protein hewani dengan kategori complete protein, karena kadar asam amino esensialnya tinggi dan sekira 85% - 95% mudah dicerna tubuh.
Kedua, kedua jenis makanan laut tersebut adalah makanan sumber vitamin larut lemak dan air. Vitamin larut lemak adalah A, D, E, dan K, sedangkan larut air terutama B-kompleks seperti B-1, B-2, B-6 (piridoxin), B-12, dan Niasin.
Kerang-kerangan dan udang-udangan juga merupakan sumber utama mineral yang dibutuhkan tubuh, seperti iodium (I), besi (Fe), seng (Zn), selenium (Se), kalsium (Ca), fosfor (P), kalium (K), flour (F), dan lain-lain. Bahkan, mineral dari makanan laut lebih mudah diserap tubuh dibandingkan yang berasal dari kacang-kacangan dan serealia.
Ketiga, kerang-kerangan dan udang-udangan adalah makanan sumber lemak yang aman. Meskipun kolesterolnya cukup tinggi, kadar lemak total dan lemak jenuhnya rendah. Kadar asam lemak tak jenuh ganda omega-3 dalam makanan laut memang tinggi. Asam lemak omega-3 dilaporkan dapat meningkatkan kadar HDL (kolesterol baik) serta menurunkan LDL (kolesterol jahat) dan trigliserida dalam darah.
Dampak positifnya, platelet (keping darah) menjadi tidak mudah lengket dan mengeras, sehingga dapat mengurangi terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah). Asam lemak omega-3 juga akan mengencerkan darah, sehingga peredarannya menjadi sehat dan lancar.
Tidak berlebihan
Sebuah penelitian menarik dilakukan oleh Marian T. Childs et. al. (1987). Mereka adalah sekelompok peneliti dari bagian ilmu kesehatan dan kedokteran, Universitas Washington di Seattle, Amerika Serikat.
Childs dan kawan-kawan meneliti daya serap kolesterol dalam tubuh dari diet yang diatur zat gizinya sesuai keperluan tubuh. Diet tersebut dilakukan dalam tiga jenis yang dibedakan berdasarkan sumber kolesterolnya, yakni diet kerang (diet standar + remis/tiram), kepiting (diet standar + kepiting), dan ayam (diet standar + dada ayam tanpa kulit). Penelitian ini melibatkan delapan sukarelawan normolipidemia (kadar lemak darah dalam katagori normal) sebagai sampel yang mengonsumsi setiap jenis diet selama tiga minggu. Secara berkala darah sukarelawan diperiksa dan diamati daya serap dan kadar kolesterolnya. Hasil penelitian menunjukkan, daya serap kolesterol paling rendah berasal dari diet kerang (42 +/- 3%), kemudian diet ayam (54 +/- 3%), dan diet kepiting (55 +/- 3%). Hal ini berarti daya serap kolesterol kerang-kerangan 25% lebih rendah dari kolesterol ayam dan kepiting.
Penelitian tersebut juga membuat kesimpulan, kolesterol kepiting yang merupakan bagian dari udang-udangan, kandungannya lebih tinggi dibandingkan dengan tiram atau remis (mollusca). Oleh karena itu, hasil penelitian ini merekomendasikan agar konsumsi kepiting dan udang tidak berlebihan.***
Labels: Opini dan Resensi
| Baca Selengkapnya |