| Opini Musik & Seni | Opini & Resensi | Puisi | Cerpen | Refleksi |  

    | 

« Kembali ke Muka | Taksi Kota Bandung Jangan "Pundung"! » | Oase Menyegarkan di Saat Jazz Kesepian » | Kepekaan yang Menyusut » | Retak Peterpan, Wajar Heboh atau Heboh tak Wajar? » | Kisah Kembara » | Tanpa Sisa » | Kutitipkan Salam » | Aku Sedang Mencari Cinta » | Museum Musik dan Nasib Musik Tradisi » | Duka Mendalam Meninggalnya Wartawan »

Musik Indonesia di Pentas Dunia

Oleh UKON AHMAD FURKON

Pikiran Rakyat

INILAH sisi lain keganjilan di negeri anomali. Satu manusia minim busana mampu membuat heboh seisi negeri. Tapi, jutaan hektar hutan digunduli, ratusan pohon kota ditebangi diganti beton dan jalan layang, hanya segelintir orang yang mau peduli.

Lantas, ketika kisah-kisah tak diharapkan tetap berseliweran, masih adakah sesuatu yang mampu membawa kabar membahagiakan? Beruntung masih ada pelipur lara. Salah satunya datang dari sang katarsis bernama musik.

Ketika krisis datang dan belum juga pergi, sektor ini konsisten menjaga atmosfer cerah. Ragam ekspresi dan inovasi, berbuah penjualan hingga jutaan keping. Tak hanya di pasar domestik, musik Indonesia juga sukses menggema di beberapa negara tetangga.

Belum lama ini Peterpan, Ello maupun Marcell ternobatkan sebagai jawara diajang Anegurah Plenet Muzik Singapura. Jauh sebelumnya konser Peterpan di Malaysia (1/1) misalnya, memperoleh antusiasme yang luar biasa. Tempat perhelatan bergengsi, Stadium Merdeka di Kuala Lumpur dijejali tak kurang dari 30.000 penggemar band asal Bandung ini.

Kendati di sektor lain, Indonesia banyak ketinggalan dari negeri jiran, tapi di bidang musik, musisi tanah air telah mampu membuktikan berada selangkah di depan. Bahkan, hal ini diakui sendiri oleh para insan musik Malaysia. KC, kolumnis musik dari Malaysia-Today.net, misalnya dengan tegas mengatakan bahwa industri musik Malaysia ketinggalan dibandingkan Indonesia. Musik lokal Malaysia dinilai sangat monoton dan kurang eksperimen. Sementara lagu-lagu Indonesia, disebutnya lebih progresif,bagus, dan fresh.

Pencapaian sebagaimana diraih Peterpan dan banyak musisi lain, tentu merupakan prestasi membanggakan, namun belum pada taraf luar biasa. Pasalnya, kibar bendera musik Indonesia di Malaysia dan juga Singapura serta Brunei Darussalam, telah berlangsung cukup lama. Selain itu, sukses di negara serumpun merupakan hal yang boleh dibilang "natural" karena banyaknya kesamaan budaya, termasuk bahasa.

Dengan kekayaan musik dan talenta yang luar biasa, sesungguhnya musik Indonesia memiliki potensi untuk mengepakkan sayap internasionalnya dengan jangkauan yang lebih luas. Hal itu telah dibuktikan dengan menyakinkan oleh Anggun C. Sasmi. Mengusung identitas eksotisme Timur, Anggun sukses menembus pasar Eropa dan Amerika. Hanya saja, Anggun harus rela berpindah domisili untuk memuluskan karier internasionalnya. Akibatnya, kiprah Anggun tak lagi terkait dengan infrastruktur musik tanah air. Kini Anggun pun lebih dikenal sebagai penyanyi Eropa berdarah Indonesia, bukan penyanyi Indonesia yang sukses mendunia.

Dewa "go Asia"

Lantas, mampukan artis musik Indonesia melakukan penetrasi ke pasar internasional dengan tetap menjadikan Indonesia beserta segenap infrastruktur musiknya sebagai home base? Pasar internasional dalam konteks ini adalah jangkauan yang lebih luas selain negara serumpun. Sedangkan penetrasi, berarti album sang artis secara resmi dirilis di pasar mainstream di negara-negara tersebut.

Tantangan di atas, kini berusaha dijawab oleh salah satu band besar Indonesia, Dewa. Melalui album terbaru mereka,"Republik Cinta", tanpa harus pindah domisili, Dewa menjajal kuping musik mancanegara di luar negara serumpun. Melalui langkah gradual, Dewa memulainya dengan mencanangkan "go Asia".

Langkah strategis pertama yang ditempuh Ahmad Dhani, dkk. adalah menggaet label internasional yang memiliki jaringan luas yang juga memiliki perwakilan di Indonesia. Langkah berikutnya, Dewa merilis "Republik Cinta" dalam dua versi. Versi pertama diedarkan di dalam negeri. Versi kedua, "Republic of Love" yang seluruh liriknya berbahasa Inggris merupakan versi internasional.

Dari sisi materi, album ini juga cukup menjanjikan. Ada "Laskar Cinta", sebuah lagu yang mengusung ideologi pluralisme dengan sentuhan world music. Ada "Sedang Ingin Bercinta" yang meramu hip-hop, rock, dan dangdut. Ada pula singel lawas milik Queen, "I Want To Break Free" yang digarap ulang dengan beat yang lebih dinamis. Di samping itu, masih

terdapat sederet materi menarik lainnya. Album "Republik Cinta" kembali membuktikan, kalau Dewa merupakan grup band yang mengusung musik yang potensial laku sekaligus berkelas.

Namun, untuk merebut atensi mancanegara, tentu saja tak hanya bermodal musikalitas dan materi yang bagus. Yang tak kalah penting adalah promosi yang optimal dengan strategi yang tepat. Untuk hal ini, kerja sama Dewa dengan label menjadi sebuah kebutuhan mutlak.

Upaya Dewa untuk menembus pasar Asia, tak saja ujian bagi Dewa, tetapi juga industri musik populer Indonesia. Jika upaya Dewa ini berhasil, tentu saja menjadi jalan bagus bagi musisi atau band domestik lainnya untuk mencoba hal serupa.

Bagaimanapun, kiprah internasional yang berpijak pada infrastruktur lokal, selain mengangkat nama Indonesia, juga akan berjasa menggairahkan ekonomi dalam negeri dan menambah devisa. Inilah salah satu dari masa depan yang dinantikan.***

(Penulis, pemerhati musik tinggal di Bandung)

Labels:

| Baca Selengkapnya |

Seputar Ukonisme

Komentar Terbaru

Arsip Bulanan

Sejak Februari 2007

Web Site Hit Counters

netter sedang online