| Opini Musik & Seni | Opini & Resensi | Puisi | Cerpen | Refleksi |  

    | 

« Kembali ke Muka | Gerakan Hemat Listrik yang Tepat » | Musik Indonesia di Pentas Dunia » | Taksi Kota Bandung Jangan "Pundung"! » | Oase Menyegarkan di Saat Jazz Kesepian » | Kepekaan yang Menyusut » | Retak Peterpan, Wajar Heboh atau Heboh tak Wajar? » | Kisah Kembara » | Tanpa Sisa » | Kutitipkan Salam » | Aku Sedang Mencari Cinta »

Simfoni di Bulan Suci, Simfoni Peduli

Oleh UKON AHMAD FURKON

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/1005/15/0805.htm

ISLAM itu indah. Islam adalah keindahan. Karena Islam dan keindahan adalah satu entitas, tak heran, jika Islam dan seni --yang oleh sebagian orang kadang dipandang tidak berhubungan, bahkan bertentangan-- pada hakikatnya justru memiliki relasi yang sangat kuat. Dalam ungkapan kias, seniman Ahmad Sadali (alm.) mengatakan bahwa, proses berkesenian (yang islami), baik itu ekspresi maupun apresiasi, adalah tasbih.

Pada banyak aktualisasi keislaman, kita melihat satu fakta yang tak terbantahkan, betapa seni melekat kuat di dalamnya. Simak, misalnya, dalam memvisualisasikan firman, ada kaligrafi yang mengedepankan seni mengolah rupa. Saat salat berjamaah, bagaimana keserempakan memuji Yang Maha Kuasa menjadi sesuatu yang juga bernilai seni.

Alquran pun merupakan karya bernilai seni yang luar biasa dengan segala keindahan bahasanya. Seni dalam Islam juga menyentuh hal-hal yang berhubungan dengan suara. Kumandang azan sangat kental dengan sentuhan seni. Demikian pula dengan membaca Alquran. Keduanya mengejawantah dalam harmoni dan keserasian notasi. Di samping itu, masih banyak lagi puji-pujian lainnya yang tak lepas dari seni suara dan berolah vokal.

Bahkan, syair thola'al badru alaina (telah muncul rembulan di tengah kami), yang kini kerap dinyanyikan tim kasidah dan majelis taklim, adalah syair yang dinyanyikan kaum muslimin saat menyambut kedatangan Rasulullah saw. untuk pertama kali ke Madinah. Pada perkembangannya, seni tak hanya mewujud saat sang hamba berkomunikasi dengan Tuhan-nya.

Seni kian berperan dalam interaksi sosial dan dakwah. Dengan pendekatan kultural, Wali Songo, misalnya, menggunakan wayang sebagai salah satu media menyebarluaskan risalah. Namun, dalam praksis keseharian, aktivitas yang menyebut diri seni sungguh beragam, seringkali ekstrem. Lantas, seni yang seperti apa yang dapat dikatakan islami itu?

Dalam surat Ali 'Imran 3:110, dijelaskan bahwa, tugas manusia adalah menyuruh berbuat kebaikan, mencegah dari kejahatan, dan beriman kepada Allah. Dalam bahasa budayawan Kuntowijoyo, ketiganya adalah humanisasi (memanusiakan manusia), liberasi (pembebasan) dari ketidakadilan dan kezaliman, serta transendensi (membawa manusia kepada Tuhan). Dengan demikian, seni yang islami, selain perwujudannya harus selaras dengan nilai-nilai Islam, isinya mengacu kepada tiga tujuan tadi. Warna-warni terkait dengan seni suara atau musik yang mengusung semangat keislaman, seperti diuraikan sebelumnya, telah melewati sejarahnya yang panjang.

Khusus dalam ranah musik populer di tanah air, pada dekade 1970-an hingga 1980-an, warna islami muncul dalam lagu-lagu kasidah. Saat itu, grup kasidah modern seperti Lingga Binangkit dari Bandung, dan Nasidaria dari Semarang, cukup dikenal publik. Di samping itu, Bimbo dengan musik dan tema lagu yang lebih beragam, juga mulai eksis. Suatu pencapaian yang luar biasa, grup asal Bandung ini, mampu bertahan sampai sekarang, bahkan telah menjadi satu ikon penting dalam pop islami. Lagu-lagunya seperti "Tuhan", "Rindu Rasul", dan "Sajadah Panjang" menjadi legenda dan terus diproduksi dengan beragam versi hingga kini.

Menjelang akhir dekade 1980-an, ragam musik islami yang biasa disebut nasyid, mulai dikenal di tanah air. Dapat dikatakan, gaungnya banyak dibantu oleh perkembangan nasyid di Negeri Jiran, Malaysia. Nasyid, baik warna musik maupun temanya, terus mengalami perkembangan. Dari sisi pembawaan musikalitas, nasyid setidaknya terbagi ke dalam tiga bagian besar, yakni nasyid yang perkusif, nasyid acapella yang mengacu pada musik bergaya R&B dan acapella, serta nasyid yang memasukkan alat-alat musik modern. Sementara itu, dari sisi tema yang disuguhkan, nasyid tidak hanya membawa tema-tema ibadah vertikal, tetapi juga mengusung tema-tema keluarga, masalah sosial, hingga respon terhadap berbagai peristiwa aktual. Dalam beberapa tahun terakhir, ragam pop islami di tanah air, nampak makin warna-warni. Tak hanya kasidah dan nasyid, berbagai penjelajahan musik dilakukan, mulai dari etnik hingga rock.

Musisi dan penyanyi yang bergiat di jalur musik pop umum pun, banyak pula yang melantunkan lagu pop islami. Mereka antara lain, Fadli Fadi dan Duta Sheila on 7 yang berkolaborasi bersama Haddad Alwi, Marshanda, Yovie & The Nuno, Warna, hingga GIGI. Selain itu, ada pula nama-nama baru seperti Opick dan dai yang tengah naik daun, Ustaz Jeffry Al-Buchori yang baru saja melempar album religius pertamanya, "Lahir Kembali". Dari sisi penjualan, album pop religius, banyak yang laris manis. Setelah Haddad Alwi dan Sulis dengan seri "Cinta Rasul"-nya yang sukses terjual jutaan keping. Kini Opick menjadi salah satu fenomena baru. Setelah sukses dengan debut "Tombo Ati" yang menjadi bagian dari album tausiah dzikir dan nasyid, Arifin Ilham tahun 2004 dan terpilih sebagai lagu tema Ramadan di RCTI. Tahun ini, ia menelurkan album baru bertitel "Astaghfirullah". Hanya dalam beberapa hari penjualan, album ini telah laku lebih dari 300 ribu keping, bersaing dengan album baru Peterpan, soundtrack film "Alexandria".

Opick pun yang menawarkan kebeningan dari nuansa musik dan suara, berhak mendapat double platinum.

Simfoni peduli, dalam suasana Ramadan seperti sekarang, penjualan pop islami menunjukkan tren penjualan yang lebih meningkat, dibanding album-album biasanya. Semoga saja tren, serta marak dan warna-warninya pop islami, dalam beberapa tahun terakhir, bukan hanya peningkatan yang dimaknai dari sisi industri, tetapi juga menunjukkan peningkatan pemahaman keberagamaan di masyarakat kita.

Dalam suasana Ramadan pula, di saat musik islami diputar di tengah kebahagiaan berbuka dan sahur bersama keluarga, diam-diam, ada musik yang terus-menerus berkumandang dari mereka yang kurang beruntung kehidupan ekonominya. Rasa lapar, perut yang keroncongan, menjadi simfoni rutin bagi mereka.

Saat kita berpuasa selama sebulan, mereka setiap hari berjuang menahan haus dan lapar tak henti-henti. Kenaikan harga BBM yang begitu tinggi, yang diikuti dengan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok lainnya, makin menghimpit mereka dalam mempertahankan hak-hak hidup yang sesungguhnya sangat mendasar. Di bulan penuh rahmat ini, semestinya, kita semakin peka terhadap realitas-realitas semacam ini. Karena pada hakikatnya, semakin kita memahami Islam, semakin kita menanamkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan.

Pada saat yang sama, kita harus semakin peduli terhadap sesama dan lingkungan. Bukan hanya dalam pikir atau ucap, tapi yang lebih penting lagi, dalam tindakan. Jika itu mampu kita lakukan, maka itu menjadi simfoni terindah di bulan suci ini. ***

Penulis, pemerhati musik

Labels:

| Baca Selengkapnya |

Seputar Ukonisme

Komentar Terbaru

Arsip Bulanan

Sejak Februari 2007

Web Site Hit Counters

netter sedang online