Musim Semi Musik Indonesia
Oleh UKON AHMAD FURKON
http://www.pikiran-rakyat.co.id/cetak/ 2006/072006/05/1003.htm
INILAH musim semi musik tanah air. Sederet catatan emas berhasil ditorehkan hingga pengujung paruh pertama tahun ini. Selain sukses menggelar berbagai perhelatan akbar dari mulai konser para diva hingga festival bertaraf internasional, satu catatan lain yang tak boleh dilupakan adalah berseminya banyak wajah baru, baik vokalis maupun grup.
Ada Radio Star, Flanella, Sandy, Benua, Garasi, Kerispatih, Nidji, Letto, Ungu, Samsons, dan sederet nama lain. Sebagian di antara mereka, sukses menancapkan popularitas dan meraih angka penjualan yang sangat bagus, tak kalah dengan nama-nama yang lebih dulu eksis. Kendati masih mengandalkan lagu-lagu cinta dengan pasar utama kalangan muda, para pendatang baru ini banyak yang menawarkan formula segar, baik dari sisi musik maupun racikan lirik. Sebut misalnya grup Garasi yang dark, Samsons yang apik meracik pop dengan adonan rock, jazz, dan punk, Nidji yang menawarkan pop enjoyable "rasa Barat", hingga Letto yang menawarkan lirik kontemplatif.
Musim semi musik tanah air didukung pula oleh perkembangan industri seluler yang kian pesat, terutama dengan berkembangnya layanan ringback tone yang oleh operator lokal diberi nama-nada sambung pribadi, nada tunggu, dan beberapa istilah lain. Layanan ini, terus bermetamorfosis menuju layanan audiovisual melalui teknologi 3G. Ringback tone telah menjelma menjadi lahan bisnis yang menjanjikan, menjadi pundi-pundi royalti baru bagi para musisi. Sebuah obat pelipur lara, di tengah pembajakan yang tak pernah dengan baik ditangani, kendati undang-undangnya telah lama diberlakukan.
Bisnis ringback tone juga mendorong hadirnya kembali acara yang menyajikan video klip musik di beberapa stasiun televisi setelah lama tergusur sinetron dan infotainment.
Mencuatnya kembali pamor video klip yang kini memiliki dua fungsi promosi, yakni promosi kaset/CD dan promosi ringback tone, bahkan mendongkrak kembali hadirnya ajang kompetisi antarvideo klip.
Kolaborasi sinergis
Kolaborasi musik dengan industri lain, mewujud pula dengan kehadiran lagu-lagu populer yang sekaligus menjadi ajang promosi produk tertentu. Hal ini antara lain dilakukan oleh Ada Band dengan lagu "Karena Wanita (Ingin Dimengerti)" dan Audy dengan lagu "Sahabat" yang keduanya mempromosikan produk khusus perempuan. Kolaborasi sebagaimana yang dilakukan Ada Band dan Audy, memberikan banyak keuntungan bagi musisi yang bersangkutan. Selain soal kontrak yang membawa manfaat finansial, mereka juga tak perlu susah-susah lagi saat akan melakukan konser atau promo tour karena sudah ada sponsornya.
Di samping itu, penayangan video klipnya pun dengan sendirinya menjadi gencar karena sponsor berkepentingan mempromosikan produknya. Namun, ada hal krusial yang perlu dipertimbangkan dengan matang, agar kolaborasi yang terjadi tetap berada dalam koridor sinergi. Pertama, ihwal kejelian musisi dalam memilih jenis produk yang sesuai dengan image yang ingin dibangun. Misalnya, sebegitu kemayukah Ada Band sehingga harus mengidentifikasi diri dengan produk pembalut wanita?
Kedua, soal independensi musisi dalam berkarya. Ketika suatu karya dilahirkan sekaligus untuk mempromosikan suatu produk, sejauhmanakah kadar kemerdekaan dalam berekspresi dapat dipertahankan? Setelah selera pasar, adakah kepentingan produsen suatu produk membuat jati diri musik populer terus tergerus oleh semata pertimbangan-pertimbangan komersial?
Makin asyik
Di samping perkembangan-perkembangan di atas, musim semi musik Indonesia diwarnai pula ragam perkembangan lain, mulai dari kian kompaknya kerja sama dunia musik dengan film hingga tambah meriahnya jagat indie.
Setelah "invasi" yang kian dahsyat ke kancah musik Malaysia dan beberapa negara serumpun, harapan muncul agar musim semi ini mampu membawa musik Indonesia naik kelas ke kancah yang lebih luas, setidaknya Asia. Sayangnya, dukungan media domestik terhadap perkembangan musik tanah air masih terasa sumir karena terlena dengan infotainment. Media kita masih sangat terbatas membahas hal-hal terkait dengan dunia showbiz yang sesungguhnya.
Media kita disorientasi dengan oversupply mengupas kiprah para pelaku musik, bukan dalam profesinya atau setidaknya aksi sosialnya, melainkan justru dalam hal-hal yang terkait dengan kehidupan pribadi. Tak heran, yang disajikan bukan tentang proses kreativitas, musikalitas dan kandungan makna dalam karya, tantangan dan peluang industri, dll. Yang ada adalah berita perceraian, pertengkaran keluarga, serta berita-berita tak relevan dan tak penting lainnya.
Andai saja media kita mau insaf dan berbalik arah, bersedia mengupas dunia show-biz yang sesungguhnya, tentu musim semi yang tengah dirasakan akan semakin asyik dan menjanjikan. ***
Penulis, pemerhati musik tinggal di Bandung.
http://www.pikiran-rakyat.co.id/cetak/ 2006/072006/05/1003.htm
INILAH musim semi musik tanah air. Sederet catatan emas berhasil ditorehkan hingga pengujung paruh pertama tahun ini. Selain sukses menggelar berbagai perhelatan akbar dari mulai konser para diva hingga festival bertaraf internasional, satu catatan lain yang tak boleh dilupakan adalah berseminya banyak wajah baru, baik vokalis maupun grup.
Ada Radio Star, Flanella, Sandy, Benua, Garasi, Kerispatih, Nidji, Letto, Ungu, Samsons, dan sederet nama lain. Sebagian di antara mereka, sukses menancapkan popularitas dan meraih angka penjualan yang sangat bagus, tak kalah dengan nama-nama yang lebih dulu eksis. Kendati masih mengandalkan lagu-lagu cinta dengan pasar utama kalangan muda, para pendatang baru ini banyak yang menawarkan formula segar, baik dari sisi musik maupun racikan lirik. Sebut misalnya grup Garasi yang dark, Samsons yang apik meracik pop dengan adonan rock, jazz, dan punk, Nidji yang menawarkan pop enjoyable "rasa Barat", hingga Letto yang menawarkan lirik kontemplatif.
Musim semi musik tanah air didukung pula oleh perkembangan industri seluler yang kian pesat, terutama dengan berkembangnya layanan ringback tone yang oleh operator lokal diberi nama-nada sambung pribadi, nada tunggu, dan beberapa istilah lain. Layanan ini, terus bermetamorfosis menuju layanan audiovisual melalui teknologi 3G. Ringback tone telah menjelma menjadi lahan bisnis yang menjanjikan, menjadi pundi-pundi royalti baru bagi para musisi. Sebuah obat pelipur lara, di tengah pembajakan yang tak pernah dengan baik ditangani, kendati undang-undangnya telah lama diberlakukan.
Bisnis ringback tone juga mendorong hadirnya kembali acara yang menyajikan video klip musik di beberapa stasiun televisi setelah lama tergusur sinetron dan infotainment.
Mencuatnya kembali pamor video klip yang kini memiliki dua fungsi promosi, yakni promosi kaset/CD dan promosi ringback tone, bahkan mendongkrak kembali hadirnya ajang kompetisi antarvideo klip.
Kolaborasi sinergis
Kolaborasi musik dengan industri lain, mewujud pula dengan kehadiran lagu-lagu populer yang sekaligus menjadi ajang promosi produk tertentu. Hal ini antara lain dilakukan oleh Ada Band dengan lagu "Karena Wanita (Ingin Dimengerti)" dan Audy dengan lagu "Sahabat" yang keduanya mempromosikan produk khusus perempuan. Kolaborasi sebagaimana yang dilakukan Ada Band dan Audy, memberikan banyak keuntungan bagi musisi yang bersangkutan. Selain soal kontrak yang membawa manfaat finansial, mereka juga tak perlu susah-susah lagi saat akan melakukan konser atau promo tour karena sudah ada sponsornya.
Di samping itu, penayangan video klipnya pun dengan sendirinya menjadi gencar karena sponsor berkepentingan mempromosikan produknya. Namun, ada hal krusial yang perlu dipertimbangkan dengan matang, agar kolaborasi yang terjadi tetap berada dalam koridor sinergi. Pertama, ihwal kejelian musisi dalam memilih jenis produk yang sesuai dengan image yang ingin dibangun. Misalnya, sebegitu kemayukah Ada Band sehingga harus mengidentifikasi diri dengan produk pembalut wanita?
Kedua, soal independensi musisi dalam berkarya. Ketika suatu karya dilahirkan sekaligus untuk mempromosikan suatu produk, sejauhmanakah kadar kemerdekaan dalam berekspresi dapat dipertahankan? Setelah selera pasar, adakah kepentingan produsen suatu produk membuat jati diri musik populer terus tergerus oleh semata pertimbangan-pertimbangan komersial?
Makin asyik
Di samping perkembangan-perkembangan di atas, musim semi musik Indonesia diwarnai pula ragam perkembangan lain, mulai dari kian kompaknya kerja sama dunia musik dengan film hingga tambah meriahnya jagat indie.
Setelah "invasi" yang kian dahsyat ke kancah musik Malaysia dan beberapa negara serumpun, harapan muncul agar musim semi ini mampu membawa musik Indonesia naik kelas ke kancah yang lebih luas, setidaknya Asia. Sayangnya, dukungan media domestik terhadap perkembangan musik tanah air masih terasa sumir karena terlena dengan infotainment. Media kita masih sangat terbatas membahas hal-hal terkait dengan dunia showbiz yang sesungguhnya.
Media kita disorientasi dengan oversupply mengupas kiprah para pelaku musik, bukan dalam profesinya atau setidaknya aksi sosialnya, melainkan justru dalam hal-hal yang terkait dengan kehidupan pribadi. Tak heran, yang disajikan bukan tentang proses kreativitas, musikalitas dan kandungan makna dalam karya, tantangan dan peluang industri, dll. Yang ada adalah berita perceraian, pertengkaran keluarga, serta berita-berita tak relevan dan tak penting lainnya.
Andai saja media kita mau insaf dan berbalik arah, bersedia mengupas dunia show-biz yang sesungguhnya, tentu musim semi yang tengah dirasakan akan semakin asyik dan menjanjikan. ***
Penulis, pemerhati musik tinggal di Bandung.
Labels: Opini Musik Seni
| Baca Selengkapnya |